Pembahasan masalah bid’ah dalam islam menuai banyak pro-kontra, antara boleh atau tidak. Wajar jika masalah ini menjadi selalu menjadi baha...
Pembahasan masalah bid’ah dalam islam menuai banyak pro-kontra, antara boleh atau tidak. Wajar jika masalah ini menjadi selalu menjadi bahasan yang menarik dan juga penting bagi kita selaku umat Islam karena berkaitan dengan masalah ibadah. Namun sebelum lebih jauh membahas, simak Asbabul Wurud dari hadits yang biasa di jadikan dalil/landasan bid’ah hasanah itu boleh:
وَعَنْ أَبِى عُمَرَ وَجَرِيرِ ابْنُ عَبْدِ اللّهِ قال: كُنَّا فِى صَدْرِ النَّهارِ عِنْدَ رسولِ اللّهِ فَجَأَ قَوْمٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِ النِّمَارِ اَوِ العَبَأِ مُتَقَلِّدِى السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسولِ اللّهِ لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنَ الفَاقَةِ فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ وَ اَقَامَ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ: يَآ أَيُّهَا النَّاسُ إِتَّقُوْا رَبَّكُمُ الذِّى خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ.... اِلى أَخِيرِ الاَيَةٍ.... إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقيْبًا. وَالآَيَةُ الاُخْرَى الَّتِى فِى آخِرِ الحَشْرِ: يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِتَّقُوْا اللّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ. تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِيْنَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ – حَتَّى قَال – وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَجَأَ رَجُلٌ مِنَ الآَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجِزَتْ ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كُوْمَيْنِى مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللّهِ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهِبَةٌ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّهِ: مَنْ سَنَّ فِى اللاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ، وَ مَنْ سَنَّ فِى الاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّىَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ – رواه مسلم
Dari Amr Jarir bin Abdillah, ia berkata: “Kami berada di siang hari bersama Rasulullah SAW, maka datang satu kaum yang hampir berpakaian telanjang al-Namr atau al-‘Aba (pakaian yang di belah tengahnya) sambil menyelendangkan pedang. Pada umumnya, mereka semua dari Mudhar. Maka pucatlah wajah Rasulullah SAW karena melihat keadaan mereka yang begitu parah, kemudian beliau masuk rumah, kemudian beliau keluar memerintah Bilal, maka ia (Bilal) adzan serta iqamah, lalu ia (Rasul) shalat, lalu berkhutbah dan bersabda: “Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah SWT yang menjadikanmu dari satu jiwa... (sampai pada akhir ayat); (Sesungguhnya Allah mengawasimu). Dan ayat lain di akhir surat al-Hasyr (Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah ia perbuat untuk hari esok). Maka bershadaqohlah orang-orang, (ada yang) dengan uang dinarnya, dirhamnya, dengan pakaiannya, dengan satu sha’ gandumnya, dengan satu sha’ kurmanya”. Sampai beliau bersabda: “Walaupun dengan sebelah biji kurmanya”. Kemudian datang laki-laki dari kaum Anshar dengan membawa satu karung –hampir tangannya tidak mampu mengangkatnya, memang kenyataannya ia tidak mampu- lalu orang lain berturut-turut (mengikuti shadaqah) kepada mereka sehingga aku melihat dua tumpukan makanan dan pakaian. Maka terlihatlah wajah Rasulullah cerah berseri-seri karena saking gembiranya, Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa yang melaksanakan cara yang baik dalam Islam, maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, serta pahala dari orang-orang yang mengikuti perbuatannya itu, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka, dan siapa yang melaksanakan cara yang jelek dalam Islam, maka ia akan mendapat dosa dari perbuatannya itu dan dosa orang-orang yang mengikuti perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka" (H.R. Muslim)
Dilihat dari Asbabul Wurud-nya, maka hadits tersebutTIDAK BISA dijadikan dalil bolehnya mengadakan bid’ah hasanah. Kenapa? Alasannya adalah:
Pertama, didalam haditsnya di nyatakan:
مَنْ سَنَّ فِى اللاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
(Barang siapa yang melaksanakan Sunnah dalam Islam)
Dan bukan dengan ungkapan:
مَنْ سَنَّ فِى اللاِسْلاَمِ بِدْعَةً حَسَنَةً
(Barang siapa yang melaksanakan Bid’ah dalam Islam)
Tentu saja sangat kontroversi sekali jika mendalili bolehnya bid’ah hasanah dengan menggunakan sunnah Hasanah.
Kedua, Apa yang dilakukan shabat itu adalah memulai atau memberikan contoh dalam mengeluarkan infaq sehingga diikuti oleh sahabat yang lainnya. Tentu saja perbuatan itu bukanlah termasuk bid’ah karena sudah jelas perintahnya. Dalam hadits tersebut Nabi menyatakan:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً
Berarti hal ini menambah jelas bahwa perbuatan tersebut bukan bid’ah.
Ketiga, Yang dinamakan bid’ah itu adalah apa-apa yang di lakukan diluar ketentuan Nabi, sementara kejadian itu adalah perbuatan yang di lakukan persis di hadapan Nabi sendiri dan langsung mendapat pujian dari Nabi, berarti mana mungkin perbuatan tersebut termasuk bid’ah.
Jadi kesimpulannya, apakah bid'ah hasanah itu ada atau tidak? anda bisa menjawabnya sendiri :)
وَعَنْ أَبِى عُمَرَ وَجَرِيرِ ابْنُ عَبْدِ اللّهِ قال: كُنَّا فِى صَدْرِ النَّهارِ عِنْدَ رسولِ اللّهِ فَجَأَ قَوْمٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِ النِّمَارِ اَوِ العَبَأِ مُتَقَلِّدِى السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسولِ اللّهِ لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنَ الفَاقَةِ فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ وَ اَقَامَ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ: يَآ أَيُّهَا النَّاسُ إِتَّقُوْا رَبَّكُمُ الذِّى خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ.... اِلى أَخِيرِ الاَيَةٍ.... إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقيْبًا. وَالآَيَةُ الاُخْرَى الَّتِى فِى آخِرِ الحَشْرِ: يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِتَّقُوْا اللّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ. تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِيْنَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ – حَتَّى قَال – وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَجَأَ رَجُلٌ مِنَ الآَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجِزَتْ ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كُوْمَيْنِى مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللّهِ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهِبَةٌ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّهِ: مَنْ سَنَّ فِى اللاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ، وَ مَنْ سَنَّ فِى الاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّىَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ – رواه مسلم
Dari Amr Jarir bin Abdillah, ia berkata: “Kami berada di siang hari bersama Rasulullah SAW, maka datang satu kaum yang hampir berpakaian telanjang al-Namr atau al-‘Aba (pakaian yang di belah tengahnya) sambil menyelendangkan pedang. Pada umumnya, mereka semua dari Mudhar. Maka pucatlah wajah Rasulullah SAW karena melihat keadaan mereka yang begitu parah, kemudian beliau masuk rumah, kemudian beliau keluar memerintah Bilal, maka ia (Bilal) adzan serta iqamah, lalu ia (Rasul) shalat, lalu berkhutbah dan bersabda: “Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah SWT yang menjadikanmu dari satu jiwa... (sampai pada akhir ayat); (Sesungguhnya Allah mengawasimu). Dan ayat lain di akhir surat al-Hasyr (Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah ia perbuat untuk hari esok). Maka bershadaqohlah orang-orang, (ada yang) dengan uang dinarnya, dirhamnya, dengan pakaiannya, dengan satu sha’ gandumnya, dengan satu sha’ kurmanya”. Sampai beliau bersabda: “Walaupun dengan sebelah biji kurmanya”. Kemudian datang laki-laki dari kaum Anshar dengan membawa satu karung –hampir tangannya tidak mampu mengangkatnya, memang kenyataannya ia tidak mampu- lalu orang lain berturut-turut (mengikuti shadaqah) kepada mereka sehingga aku melihat dua tumpukan makanan dan pakaian. Maka terlihatlah wajah Rasulullah cerah berseri-seri karena saking gembiranya, Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa yang melaksanakan cara yang baik dalam Islam, maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, serta pahala dari orang-orang yang mengikuti perbuatannya itu, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka, dan siapa yang melaksanakan cara yang jelek dalam Islam, maka ia akan mendapat dosa dari perbuatannya itu dan dosa orang-orang yang mengikuti perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka" (H.R. Muslim)
Dilihat dari Asbabul Wurud-nya, maka hadits tersebut
Pertama, didalam haditsnya di nyatakan:
مَنْ سَنَّ فِى اللاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
(Barang siapa yang melaksanakan Sunnah dalam Islam)
Dan bukan dengan ungkapan:
مَنْ سَنَّ فِى اللاِسْلاَمِ بِدْعَةً حَسَنَةً
(Barang siapa yang melaksanakan Bid’ah dalam Islam)
Tentu saja sangat kontroversi sekali jika mendalili bolehnya bid’ah hasanah dengan menggunakan sunnah Hasanah.
Kedua, Apa yang dilakukan shabat itu adalah memulai atau memberikan contoh dalam mengeluarkan infaq sehingga diikuti oleh sahabat yang lainnya. Tentu saja perbuatan itu bukanlah termasuk bid’ah karena sudah jelas perintahnya. Dalam hadits tersebut Nabi menyatakan:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً
Berarti hal ini menambah jelas bahwa perbuatan tersebut bukan bid’ah.
Ketiga, Yang dinamakan bid’ah itu adalah apa-apa yang di lakukan diluar ketentuan Nabi, sementara kejadian itu adalah perbuatan yang di lakukan persis di hadapan Nabi sendiri dan langsung mendapat pujian dari Nabi, berarti mana mungkin perbuatan tersebut termasuk bid’ah.
Jadi kesimpulannya, apakah bid'ah hasanah itu ada atau tidak? anda bisa menjawabnya sendiri :)