Pada artikel ini akan di bahas mengenai perbedaan pendapat dalam fiqih ibadah mengenai doa setelah adzan . Mengenai doa setelah adzan, ada ...
Pada artikel ini akan di bahas mengenai perbedaan pendapat dalam fiqih ibadah mengenai doa setelah adzan. Mengenai doa setelah adzan, ada yang telah disepakati bersama karena berdasarkan hadits yang shahih, tetapi ada juga yang dhaif, bahkan yang tidak berdasar sama sekali.
Simak beberapa hadits berikut yang menjelaskan tentang doa setelah adzan:
وَنْ جَابِرٍ، أَنَّ رَسُولَ اللّهِ قَالَ: مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ االنّداءَ: اللّهُمَّ رَبَّ هَدِهِ الَّدَّعْوَةِ التَّامَةِ وَ االصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدَ الْوَسِيْلَةَ وَ الْفَضِيْلَةَ وَ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الّذِى وَ عَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ. – رواه الجماعة الاّ مسام
Dari Jabir r.a., bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “ Barang siapa yang ketika mendengar panggilan adzan mengucapkan; “ALLAHUMMA..... (Ya Allah! Yang mempunyai panggilan sempurna ini dan shalat yang didirikan ini, datangkanlah kepada Muhammad wasilah dan fadhilah, dan tempatkanlah ia di tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan)”. Pasti ia akan mendapatkan syafaatku di hari kiamat”. (H.R. Jama’ah kecuali Muslim)
KETERANGAN:
Hadits diatas adalah shahih, di riwayatkan oleh mayoritas para ahli hadits, termasuk mam Bukhari.
وَزِيَادَةُ: وَ الدَّرَجَةِ الرَّفِيْعَةَ، فِي أَثْنَائِهِ بِدْعَةٌ. وَزِيَادَةُ : إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ، فِي آخِيْرِهِ لاَ أعْررِفُهَا ثَا بِتَةً امْ لاَ. – السنن والمبتدعات، ص: 48
Tambahan: WA AD-DARAJATA AR-RAFI’ATA, (derajat yang tinggi) di tengah-tengahnya adalah bid’ah, dan tambahan; INNAKA LAA TUKHLIFU AL-MI’AD (Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji) di akhirnya, aku tidak mengetahuinya apakah itu shahih (dari nabi) atau tidak? (al-Sunan Al-Mubtadi’at: 47)
وَعَنْ عَبْدِ اللّهِ ابْن عُمَر أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ يَقُولُ: إِذذَا سَمِعْتُمْ مُؤَذَّنَ فَقُولُ مثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللّه بِهَا عَلَيْهِ عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللّه لِى الْوَصِيْلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الجَنَّةِ لاَ تَبْتَغِى اِلاَّ لِعَبْدِ مِنْ عِبَادِ اللّهِ وَأَرْجُوا أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ اللّهَ لِى الوَسِيلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشّفَاعَةُ – رواه الجماعة الا البخارى وابن ماجة، نيل الاوطار؛ 2: 61
Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kamu mendengar orang yang adzan, maka katakanlah seperti apa yang ia (muadzin) katakan, kemudian bershalawatlah atasku, sesungguhnya siapa saja yang membaca shalawat atasku satu kali, Allah pasti akan memberikan rahmat atasnya sepuluh kali, kemudian mintakanlah untukku wasilah. Sesungguhnya wasilah itu satu tempat di surga yang tidak layak kecuali untuk seorang hamba Allah dan aku berharap dapat meraih tempat itu. Maka siapa saja yang memohon kepada Allah wasilah untukku, ia pasti mendapatkan syafaatku (nanti)”. (H.R Jama’ah kecuali Bukhari dan Ibnu Majjah, Nailul Authar; 2: 61)
أَمَّا صَلاةُ الْمُؤَذِّنِ عَلَى النّبِيِّ بِصَوتٍ عَالٍ مِثْلَ الآذَنِ حَتَّى اِعْتَقَدَ الْجَهَلَةُ مِنَ النَّاسِ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ أَلْفَاظِ الآذَنِ فَهَذَا بِدْعَةٌ سَييِّئَةٌ ، اَوَّلُ مَنْ اَحْدَثَهَا المَلِكُ صَالِحُ نَجْمُ الدِّيْننِ بْن يُوسُفَ فِى اَوَاخِرِ القَرْنِ السَّادِسُ – تعليق بلوغ المرام: 41
Adapun bacaan shalawat muadzin atas Nabi SAW dnegan suara yang keras seperti adzan, sehingga orang-orang yang bodoh berkeyakinan bahwa hal itu (shalawat) termasuk lafadz-lafadz adzan, maka ini adalah bid’ah sayyiah (sesat/jelek). Orang yang pertama kali melakukannya adalah al-Malik al-Shalih Najmuddin bin Yusuf pada akhir abad ke-6”. (Ta’liq Bulughu al-Maram, hal: 41)
وَاالصَّلاَةُ وَ تَسْليْمُ بَعْدَ الآذَنِ بِهَذِهِ الْكَيْفِيَةِ الْمَعْرُوفَةِ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةٌ – السنن المبتدعات، ص: 48
Shalawat dan salam setelah adzan dengan cara yang telah dikenal ini adalah bid’ah dhalalah (bid’ah sesat). (a-Sunan wa al-Mubtadi’at: 48)
KESIMPULAN:
- Tambahan AD-DARAJATA AR-RAFI’ATA setelah WAL AL-FADHILAH dalam doa setelah adzan tidak ada dalilnya. Sedangkan tambahan INNAKA LAA TUKHLIFUL MII’AD di akhirnya di ragukan keshahihannya.
- Isi doa tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW
- Bagi yang berdoa dengan doa tersebut dijamin akan mendapatkan syafaat dari Nabi SAW di hari kiamat.
- Bagi wanita yang sedang haidh juga tidak dilarang berdoa dengan doa tersebut.
- Diwaktu mendengarkan adzan diperintahkan untuk mengikuti lafadz adzan kecuali HAYYA A’LA as-SHALAT dan HAYYA A’LA al-FALAH dengan lafadz LAA HAULA WALAA KUWWATA ILLA BILLAH.
- Setelah adzan di anjurkan membaca shalawat kepada Nabi SAW dan berdoa, tentu saja dengan perlahan.
- Antara adzan dan iqamat ada saat dikabulkan doa (sa’atul ijabah).
Bacaan setelah iqamat (AQAMAHA ALLAHU WA ADAMAHA):
عَنْ شَهْرِ ابْنُ حَوْشَبٍ عَنْ ابِى أُمَامَةَ أَوْ عَنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ أَنَّ بِلالاً أَخَدَ فِي الاِقَامَةِ فَلَمَّا أَنْ قَالَ قَدْ قَامَةِ الصَّلاة، قَال النبيّ: أَقَامَهَا اللّهُ وَاَدَامَهَا. وَقَالَ فِى سَائِرِ الاِقَامَةِ بِنَحْوِ حَدِيْثِ عُمَرَ فِى سَائِرِ الآذَنِ - رواه ابوا داود، عون المعبود : 2 : 230
Dari Syahr bin Hausyab dari Abu Umamah atau dari sebagian sahabat Nabi SAW: Sesungguhnya Bilal melakukan qamat, maka ketika a (Bilal) mengucapkan; QAD QAMATI SHALAT, maka Nabi mengucapkan; AQAMAHA ALLAHU WA ADAMAHA, dan ia (Rasul) mengucapkan sebagaimana lafadz-lafadz qamat. Dalam hadits Umar di katakan seperti pada lafadz-lafadz adzan. (H.R. Abu Daud; ‘Aunu al-Ma’bud, 2: 230)
أالحَدِيْثُ فِى إإِسْنَادِهِ رَجُلٌ مَجْهُولٌ، وَ شَهْرُ بْنُ حَوشَبِ تَكَلَّمَ فِيْهِ غَيْرُ وَاحِدٍ – نيل الاوطار، 2: 60
Dalam hadits di atas, sanadnya ada seorang laki-laki yang Majhul (tidak dikenal), dan Syahr bin Hausyab diperbincangkan bukan oleh satu orang saja. (Nailul Authar, 2: 60)
KETERANGAN:
Oleh karena itu tidak perlu membaca AQAMAH ALLAHU WA ADAMAHA setelah iqamat.