Taqlid adalah sikap ikut-ikutan dalam beribadah kepada Allah tanpa mengetahui dasar hukumnya, ia beribadah dengan cara mencontoh atau meni...
Taqlid adalah sikap ikut-ikutan dalam beribadah kepada Allah tanpa mengetahui dasar hukumnya, ia beribadah dengan cara mencontoh atau meniru yang lain dan berbekalkan keyakinan “masa gurunya salah?”. Ia tidak merasa penasaran untuk bertanya, dan jika ada yang mengkritikpun ia akan tetap bersikap teguh dalam pendapatnya walaupun tidak memiliki dalil atau dasar hukumnya. Sikap Taqlid itu sangat tercela.
Simak dalil-dalil yang menjelaskan tentang taqlid di bawah ini:
“Janganlah kamu menuruti apa-apa yang tidak ada padamu ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan ditanya” (Q.S. al Isra ayat 36)
![]() |
Q.S Al Baqarah ayat 170 |
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (Q.S Al Baqarah ayat 170)
![]() |
Q.S Al Maidah ayat 104 |
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.” (Al Maidah ayat 104)
![]() |
Q.S An Nahl ayat 43 |
“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (-orang yang mempunyai pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab ). jika kamu tidak mengetahui”.(Q.S An Nahl ayat 43)
أَيْ فَاسْئَلُوْهُمْ عَنْ عِلْمِهِمْ مِنَ الْكِتَابِ وَ السُّنَّةِ لاَ رَأْيهِمْ البَحْتَ لِاَنَّ الْمَاءْمُورَ بِسُؤَالِهِمْ هُمْ أَهْلِ الذِّكْرِ، وَالذِّكْرُ هُنَا كِتَابُ اللّهِ وَسُنَّةُ رَسُولِهِ لاَ غَيْرُهُمَا لِاَنَّ هَذِهِ الشَرِيْعَةَ المُطَهَّرَةَ هِيَ إِمَّا مِنَ اللّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَ ذَلِكَ هُوَالقُرْآنُ الْكَرِيْمُ أَوْ مِنْ رَسُولِ اللّهِ ، فَكَانَ الْمُرَادُ بِاَهْلِ الذِّكْرِ هُوَ اَهْلُ الْقُرْآنِ وَ اللسُّنَّةِ فَإِذَا كَانُوْا هُمُ الْمَسْئُوْلُوْنَ فَالْجَوَابُ مِنْهُمْ أَنْ يَقُولُوْا: قال اللّهُ تَعَالَى كَذَا، قال رَسُولُهُ كَاذَا، فَيَعْمَلُ السَّائِلُونَ بِذَلِكَ – البيان: 180
“Yaitu, Tanyakanlah kepada mereka tentang ilmu mereka dari Kitab dan Sunnah, bukan pendapat mereka semata, karena yang di perintahkan untuk di tanyai adalah mereka ahli dzikir, sedang adz-Dzikru tiada lain adalah Kitab Allah dan Sunnah RasulNYA, dan bukan selain itu. Karena syariat yang suci ini adakalanya dari Allah SWT, yaitu Al Quranul Karim, dan adakalanya dari Rasulullah SAW. Maka, yang di maksud dengan Ahlu Dzikri adalah Ahli Quran dan Sunnah. Apabila mereka ditanya, jawaban mereka seharusnya telah berfirman Allah demikian, telah bersabda Rasulullah demikian. Maka barulah orang yang bertanya mengamalkannya”. (al-Bayan: 180)